Kamis, 17 Mei 2012

MAKALAH IMPLIKASI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIKAN


IMPLIKASI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
TERHADAP PENDIDIKAN
A.   Pengertian Perkembangan
Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang berjalan secara kontinyu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan pada dasarnya merupakan perubahan, yakni perubahan menuju ke tahap yang lebih tinggi.
Thonthowi (Desmita, 2008:5) mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya perbanyakan sel-sel. Sedangkan menurut Chaplin (Desmita, 2008:5), pertumbuhan adalah pertambahan atau kenaikan dalam ukuran bagian-bagian tubuh sebagai suatu keseluruhan.
Senada dengan definisi tersebut, Sunarto dan Hartono (2006:35) menjelaskan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Lebih jauh dijelaskan pula bahwa pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam perjalanan waktu tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa istilah pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, jantung, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak tepat apabila dikatakan pertumbuhan kecerdasan, pertumbuhan moral, pertumbuhan karier, dan lain-lain, sebab aspek-aspek tersebut merupakan perubahan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah.
Adapun penjelasan yang lebih rinci tentang perubahan yang dimaksud sebagai perkembangan, disebutkan dalam Budiamin, dkk. (2009:2-3) yaitu: (1) perubahan yang berakar pada unsur biologis; (2) mencakup perubahan struktur maupun fungsi; (3) bersifat terpola, teratur, terorganisasi, dan dapat diprediksi; (4) meskipun bersifat terpola, perkembangan juga bisa bersifat unik bagi setiap individu; (5) terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang relatif lama; dan (6) berlangsung sepanjang hayat mulai dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
Yusuf (2005:15) mengemukakan pengertian perkembangan, yaitu perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai akhir hayat. Sementara itu, Agustiani (2006:27) berpendapat bahwa dalam perspektif perkembangan sepanjang rentang kehidupan, perkembangan dilihat sebagai pola-pola ganda yang meliputi perubahan terhadap tingkah laku dan individu yang berbeda pada kurun waktu yang berbeda pula.
Selanjutnya masih berkaitan dengan pendidikan, Santrock dan Yussen (Depdikbud, 1999:8) mengatakan bahwa perkembangan adalah pola perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat. Namun perlu diingat bahwa tidak setiap perubahan yang dialami individu itu merupakan perkembangan.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa per-kembangan merupakan pola perubahan yang dialami oleh individu baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) menuju tingkat kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, dan ber-langsung sepanjang hayat.

B.   Pengertian Peserta Didik
Manusia adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik, haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Sunarto dan Hartono (2006:2) beranggapan bahwa dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan makhluk sosial, kesatuan jasmani dan rohani, dan makhluk Tuhan dengan menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan untuk kehidupan di akhirat.
Menurut kamus Echols dan Shadaly (Sunarto dan Hartono, 2006:2), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang atau perseorangan. Sedangkan dalam Webster’s yang masih dikutip oleh Sunarto dan Hartono (2006:2), individu berarti tidak dapat dibagi, tidak dapat dipisahkan, serta keberadaannya sebagai makhluk yang tunggal dan khas.
Selanjutnya, dalam www.wikipedia.org dijelaskan lebih spesifik tentang peserta didik:
   Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal  maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.

Sesuai dengan kutipan-kutipan di atas, dapat dinyatakan bahwa peserta didik adalah individu dalam arti makhluk sosial dan makhluk yang berhubungan dengan Tuhan dalam kesatuan jasmani dan rohani, serta berada dalam suatu sistem pendidikan guna mengembangkan potensi dirinya dalam mencapai perkembangan yang diinginkan.
    
C.   Pengertian Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya merupakan sesuatu yang mutlak diperoleh oleh setiap individu sesuai dengan hak asasi manusia untuk keberlangsungan kehidupannya. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu banyak gagasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang pendidikan.
Dewey (Burhanuddin dan Sumiati, 2011:i) menyatakan, “education is not a preparation for life, but education is life itself.” Maksudnya, pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan, namun pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Demikian Dewey menegaskan pemikirannya tentang pendidikan. Dengan demikian, menurutnya umur pendidikan sama dengan keberadaan manusia di muka bumi ini.
Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan mereka menuju ke arah kedewasaan agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat (Purwanto, 2006:8).
Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) menjelaskan pula definisi pendidikan, yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Demikian yang dikutip Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (2010:1).
Lebih jauh Syah (2010:10) mengutip pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Selain defiisi-definisi pendidikan di atas, cobalah untuk berusaha memahami pandangan Burhanuddin dan Sumiati (2011:68) tentang pilar-pilar pendidikan  menurut UNESCO (United Nation for Education, Scientific, and Cultural Organization), yaitu: (1) learning to know; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning how to live together. Empat pilar pendidikan tersebut memberikan implikasi bahwa hasil pendidikan dewasa ini diarahkan untuk dapat menghasilkan manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran para ahli dan definisi secara yuridis tentang pendidikan seperti yang telah dikemukakan, dapat ditarik suatu kesimpulan. Pendidikan adalah proses perubahan pola perilaku individu guna mengetahui, melaksanakan, dan hidup bersama dengan manusia lainnya untuk menjadi manusia yang diharapkan, yakni manusia yang mengembangkan potensi dirinya menuju ke arah kedewasaan dalam kehidupannya.

D.   Implikasi Perkembangan Peserta Didik terhadap Pendidikan
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan per-kembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak; (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Amin Budiamin, dkk., 2009:84).
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan akan diuraikan seperti di bawah ini.

1.    Implikasi Perkembangan Biologis dan Perseptual
Secara fisik, anak pada usia sekolah dasar memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Karakteristik perkembangan fisik ini perlu dipelajari dan dipahami karena akan memiliki implikasi tertentu bagi penyelenggaraan pendidikan.
Menurut Budiamin, dkk. (2009:5) proses perkembangan biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Termasuk juga di dalamnya perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam penglihatan, kekuatan otot, dan lain-lain. Pemikiran tersebut menuntut perlunya suatu penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan fisik seperti yang telah diungkapkan.
Dalam hal ini, Budiamin, dkk. (2009:84) juga berpendapat bahwa diperlukan suatu cara pembelajaran yang “hidup”, dalam arti memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk memfungsikan unsur-unsur fisiknya. Dengan kata lain, diperlukan suatu cara pembelajaran yang bersifat langsung. Cara pembelajaran seperti ini tidak saja akan memunculkan kegemaran belajar, tetapi juga akan memberikan banyak dampak positif.
Anak usia sekolah dasar sudah lebih mampu mengontrol tubuhnya daripada anak usia sebelumnya. Kondisi demikian membuat anak SD dapat memberikan perhatian yang lebih lama terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun, perlu diingat bahwa kondisi fisik tersebut masih jauh dari matang dan masih terus berkembang. Fisik mereka masih memerlukan banyak gerak untuk peningkatan keterampilan motorik dan memenuhi kesenangan. Oleh karena itu, suatu prinsip praktek pendidikan yang penting bagi anak usia sekolah dasar yaitu mereka harus terlibat dalam kegiatan aktif daripada pasif.
Selanjutnya Budiamin, dkk. (2009:78) mengemukakan bahwa perkembangan perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan individu terhadap lingkungan. Semua informasi tentang lingkungan sampai kepada individu melalui alat-alat indera yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke bagian otak. Informasi tentang objek penglihatan diterima melalui mata, informasi tentang objek pendengaran diketahui melalui telinga, objek sentuhan melalui kulit, dan objek penciuman melalui hidung. Tanpa adanya alat-alat indera tersebut, otak manusia akan terasing dari dunia yang ada di sekitarnya.
Kondisi perkembangan perseptual pun masih mengalami penajaman dan penghalusan. Aspek-aspek perseptual ini akan berkembang dengan baik jika dirangsang dan difungsikan melalui interaksi dengan lingkungan. Pemenuhan kebutuhan tersebut tentunya tidak bisa dilakukan hanya melalui pelajaran penjaskes yang mungkin hanya dilaksanakan seminggu sekali.
Seiring dengan perkembangan motorik anak terhadap kegiatan pendidikan, Yusuf (2005:105) berpendapat bahwa pada anak sekolah dasar kelas awal tepat sekali diajarkan tentang hal-hal berikut: (1) dasar-dasar keterampilan menulis dan menggambar; (2) keterampilan berolahraga; (3) gerakan-gerakan permainan seperti meloncat dan berlari; (4) baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kedisiplinan; serta (5) gerakan-gerakan ibadah shalat.
Selanjutnya masih berkaitan dengan perkembangan biologis dan perseptual anak usia sekolah dasar, Purwanto (2006:66) memaparkan bahwa suatu keadaan yang berbeda akan menimbulkan reaksi yang berbeda pula pada diri individu. Misalnya di dalam suatu kelas terdapat seorang anak yang berambut pirang karena pembawaan dari orang tuanya. Ada kalanya rambut pirang tersebut menimbulkan perasaan tidak puas atau perasaan rendah diri pada anak itu karena merasa berbeda dengan teman-temannya. Akan tetapi, mungkin juga rambut pirang itu akan menjadi suatu kebanggaan karena anak tersebut merasa unik.
Di sinilah kita melihat bahwa perkembangan fisik peserta didik memegang peranan yang penting terhadap pendidikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan perkembangan fisik harus dihadapi dengan cara yang tepat oleh para pendidik.    
Meskipun tidak sepesat pada masa usia dini, perkembangan biologis maupun perseptual anak terus berlangsung. Pemahaman tentang karakteristik per-kembangan akhirnya membawa beberapa implikasi bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Implikasi-imlikasi dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara umum, pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta penciptaan lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat.                                       

2.    Implikasi Perkembangan Intelektual
Perkembangan intelektual erat kaitannya dengan potensi otak manusia. Menurut Widiasmadi (2010:55), potensi otak manusia hanya tampak delapan persen sebagai pikiran sadar, sedangkan sisanya 92 persen disebut alam bawah sadar. Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa potensi otak manusia yang berkaitan dengan perkembangan intelektual hanya memuat delapan persen saja. Untuk itu, perkembangan intelektual pada peserta didik perlu dikembangkan.
Proses perkembangan intelektual menurut pendapat Budiamin, dkk. (2009:5) melibatkan perubahan dalam kemampuan dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghapal doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalaman kepada orang lain merupakan peran proses intelektual dalam perkembangan anak.
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran, meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiamin, dkk., 2009:108) berpandangan bahwa: (1) pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik; (2) materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik; (3) pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran; (4) urutan bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama, karena akan sulit dipahami oleh peserta didik jika urutannya loncat-loncat; (5) guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran; dan (6) pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret pada anak sekolah dasar kelas awal.   
Pendapat lain mengatakan bahwa model pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai peserta didik siap sendiri. Sekolah yang sebaiknya mengatur lingkungan belajar sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik untuk berinteraksi dalam proses pembelajaran. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar, proses pembelajaran aktif akan terjadi sehingga mampu membawa peserta didik untuk maju ke tahap berikutnya. Dalam hal ini, pendidik hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak berada di tangannya (Pristanto, 2011).
Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Perkembangan intelektual dan pengalaman belajar anak sangat erat kaitannya. Perkembangan intelektual peserta didik akan memfasilitasi kemampuan belajarnya. Peserta didik sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Dalam mengembangkan daya nalar, caranya dengan melatih peserta didik untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai hal. Misalnya yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, dan sebagainya.

3.    Implikasi Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, melainkan juga dapat diwujudkan dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan sendiri.
Sangat luas sekali pengertian bahasa dalam menunjukkan suatu perkem-bangan. Oleh karena itu, salah satu tokoh psikologi yaitu Wundt (Baradja, 2005:179) mendasarkan teori bahasanya dengan aksioma paralel, yaitu gerakan-gerakan fisik merupakan pernyataan gerakan-gerakan psikis. Dengan demikian, terdapat hubungan yang paralel antara gejala batin dengan gejala luar. Apa yang terlihat dalam raut wajah dan tingkah laku akan menunjukkan suatu kebutuhan psikologis seseorang.
Menurut Yusuf (2005:118), bahasa sangat erat kaitannya dengan perkem-bangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya, yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Yusuf pun menuturkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang petualangan, riwayat pahlawan, dan lain-lain). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju. Dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Misalnya, kata tanya yang semula digunakan hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “di mana”, “mengapa”, “bagaimana”, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pelajaran bahasa yang sengaja diberikan di sekolah dasar dapat menambah perbendaharaan kata peserta didik, melatih peserta didik menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan, dan keterampilan mengarang.
Selanjutnya masih berkaitan dengan bahasa, Budiamin, dkk. (2009:111) memperkirakan sekitar 50 bahasa isyarat digunakan di seluruh dunia. Penggunaan bahasa isyarat ini diduga mempengaruhi pemrosesan informasi dan belajar.
Budiamin, dkk. (2009:117) kemudian memaparkan implikasi perkembangan bahasa pada peserta didik. Lihat pula Depdikbud (1999: 147).
1.      Apabila kegiatan pembelajaran yang diciptakan bersifat efektif, maka perkembangan bahasa peserta didik dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya apabila kegiatan pembelajaran berjalan kurang efektif, maka dapat diprediksi bahwa perkembangan bahasa peserta didik akan mengalami hambatan.
2.      Bahasa adalah alat komunikasi yang paling efektif dalam pergaulan sosial. Jika ingin menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil pendidikan yang optimal, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan memungkinkan peserta didik yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat berperan secara aktif dan produktif.
3.      Meskipun umumnya anak SD memiliki kemampuan potensial yang berbeda-beda, namun pemberian lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa sejak dini sangat diperlukan.

4.    Implikasi Perkembangan Kreativitas
Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir dan bersikap tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa guna menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan.
Menurut pendapat Galdner (Depdikbud, 1999:88), kreativitas merupakan suatu aktivitas otak yang terorganisasikan, komprehensif, dan imajinatif tinggi untuk menghasilkan sesuatu yang orisinil. Oleh karena itu, kreativitas lebih dikatakan sebagai suatu yang lebih inovatif daripada reproduktif.
Desmita dalam bukunya Psikologi Perkembangan (2008:176) memaparkan tentang perhatian para psikolog dan kalangan dunia pendidikan terhadap kreativitas sebagai salah satu aspek dari fungsi kognitif yang berperan dalam prestasi anak di sekolah, yang bermula dari pidato Guilford tahun 1950. Guilford dalam pidatonya menegaskan bahwa kreativitas perlu dikembangkan melalui jalur pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni.
Menyadari posisi strategis kreativitas dalam kehidupan peserta didik, perlu dikemukakan berbagai upaya yang dapat mendukung pengembangan kreativitas terhadap pendidikan. Namun dalam kenyataannya, kreativitas bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada peserta didik, melainkan hanya memungkinkan untuk dapat dimunculkan.
Oleh sebab itu, Treffinger (Depdikbud, 1999:105) mengemukakan sejumlah pengalaman belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik agar mampu mendorong kreativitas peserta didik, khususnya dalam proses pembelajaran. Hal tersebut antara lain guru diharapkan dapat menyajikan materi pembelajaran, menyiapkan berbagai media, menggunakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan posisi peserta didik sebagai subjek daripada objek pembelajaran, serta mengadakan evaluasi yang tepat sehingga mampu mendukung pengembangan kreativitas peserta didik.

5.    Implikasi Perkembangan Sosial
Manusia menurut pembawaannya adalah makhluk sosial. Sejak dilahirkan, bayi sudah termasuk ke dalam masyarakat kecil yang disebut keluarga. Ketika kecil, mulanya anak-anak hanya mempunyai hak saja. Di dalam rumah tangga ia mempunyai hak untuk dipelihara dan dilindungi oleh orang tuanya. Namun, lama-kelamaan keadaan itu berubah. Anak-anak yang pada mulanya hanya mempunyai hak saja, berangsur-angsur mempunyai kewajiban.
Lingkungan sosial merupakan pengaruh luar yang datang dari orang lain. Selain itu, yang termasuk lingkungan sosial ialah pendidikan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pendidikan adalah pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anggota berbagai golongan tertentu, seperti pengaruh ayah, nenek, paman, dan guru-guru.
Purwanto (2006:171) mengatakan bahwa tugas dan tujuan pendidikan sosial adalah: (1) mengajar anak-anak yang hanya mempunyai hak saja, menjadi manusia yang sadar akan kewajibannya terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat; dan (2) membiasakan anak-anak mematuhi dan memenuhi kewajiban sebagai anggota masyarakat.
Dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial, senantiasa selalu tumbuh dalam diri seorang anak yang dimaksud dengan perkembangan sosial.
Budiamin, dkk. (2009:123) berpandangan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial yang erat kaitannya dengan pencapaian kemandirian. Sementara itu, Sunarto dan Hartono (2006:143) berpendapat bahwa perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Senada dengan kedua pendapat di atas, Yusuf (2005:122) mengemukakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, tradisi, atau meleburkan diri menjadi satu kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama. Anak dilahirkan belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain, termasuk dengan teman sebaya.
Berkat perkembangan social, seorang anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun pikiran. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, dan bertanggung jawab.
Dilihat dari pemahaman terhadap aspek perkembangan sosial pada peserta didik, terdapat beberapa implikasi menurut Budiamin, dkk. (2009:128), yaitu: (1) untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyadari dan menghayati pengalaman sosialnya, dapat dilakukan aktivitas-aktivitas bermain peran yang ditindaklanjuti dengan pembahasan di antara mereka; (2) keberadaan teman sebaya bagi anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat berarti, bukan saja sebagai sumber kesenangan bagi anak melainkan dapat membantu mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Ini mengimplikasikan perlunya aktivitas-aktivitas pendidikan yang memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan sesamanya.


6.    Implikasi Perkembangan Emosional
Emosi menurut Sarwono (Yusuf, 2005:115) merupakan keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif, baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Baradja (2005:221) kemudian mengemukakan beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu dalam pembelajaran, di antaranya: (1) memperkuat dan melemahkan semangat apabila timbul rasa senang atau kecewa atas hasil belajar yang dicapai; (2) menghambat konsentrasi belajar apabila sedang mengalami ketegangan emosi; (3) menggangu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati; dan (4) suasana emosional yang dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari.
Demikian pula Hurlock (1978:211) mengungkapkan secara jelas bahwa emosi mempengaruhi cara belajar anak, yaitu: (1) menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan; (2) reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan; (3) emosi merupakan suatu bentuk komunikasi; (4) emosi mewarnai pandangan anak; dan (5) emosi dapat menggangu aktivitas mental.   
Pendapat lain mengungkapkan bahwa emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk berkonsentrasi terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan sebagainya (Yusuf, 2005:181).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Yusuf, dapat diuraikan bahwa jika yang menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti perasaan tidak senang dan kecewa, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
Begitu pentingnya faktor perkembangan emosional dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, Desmita (2008:173) mengutip pernyataan DePorter, Reardon, dan Singer-Nourie dalam buku mereka yang sangat terkenal Quantum Teaching: Orchestrating Student Success, yang menyarankan agar para pendidik memahami emosi para siswa. Memperhatikan dan memahami emosi siswa dapat membantu pendidik mempercepat proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen. Memperhatikan dan memahami emosi siswa berarti membangun ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Melalui kondisi belajar di maksud, para siswa akan lebih ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran.   

7.    Implikasi Perkembangan Moral
Purwanto (2006:31) berpendapat, moral bukan hanya memiliki arti bertingkah laku sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja, melainkan lebih luas lagi dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen, bertanggung jawab, cinta bangsa dan sesama manusia, mengabdi kepada rakyat dan negara, berkemauan keras, berperasaan halus, dan sebagainya, termasuk pula ke dalam moral yang perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam hati sanubari anak-anak.
Adapun perkembangan moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Desmita, 2008:149).
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya melalui pendidikan langsung, seperti diungkapkan oleh Yusuf (2005:134). Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau baik-buruk oleh orang tua dan gurunya.
Selanjutnya masih menurut Yusuf (2005:182), pada usia sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk. Misalnya, dia memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik.
Selain pemaparan di atas, Piaget (Hurlock, 1980:163) memaparkan bahwa usia antara lima sampai dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina.

8.    Implikasi Perkembangan Spiritual
Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spiritual yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja, melainkan EQ dan SQ juga.   
Zohar dan Marshall (Desmita, 2008:174) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Purwanto (2006:9) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia berbeda dengan “pendidikan” yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan pada manusia tidak terletak pada perkem-bangan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia harus diperhitungkan pula perkembangan rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang diberikan oleh Allah Swt., yaitu dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang membedakan antara manusia dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek spiritual.
Berkaitan dengan perkembangan spiritual yang membawa banyak implikasi terhadap pendidikan, diharapkan muncul manusia yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik.

9.    Implikasi Perkembangan Karier
Salah satu aspek perkembangan anak usia sekolah dasar yang perlu mendapat perhatian khusus adalah perkembangan karier. Menurut Budiamin, dkk. (2009:154), karier adalah perjalanan hidup individu yang bermakna melalui serangkaian kesuksesan. Disebutkan pula bahwa sesuatu bisa disebut karier jika mengimplikasikan adanya: (1) pendidikan yang diwujudkan dengan keahlian tertentu, (2) keberhasilan, (3) dedikasi atau komitmen, dan (4) kebermaknaan personal dan finansial.
Mengenai pengembangan karier pada anak usia SD, Parson (Budiamin, dkk., 2009:154) mengemukakan dua langkah pengambilan keputusan karier. (1) perolehan pemahaman diri, yaitu pemahaman secara jelas tentang sikap, prestasi, kemampuan, minat, nilai-nilai, dan kepribadian. Sejak dini anak usia SD dibimbing untuk memahami hal-hal tersebut. Misalnya, anak usia SD sudah mulai diajak mendiskusikan kelebihan dan kekurangan diri sendiri dilihat dari prestasi belajarnya, diajak mendiskusikan minat-minatnya, dan berbagai hal lain yang terkait dengan ciri-ciri dirinya; (2) memperoleh pengetahuan tentang dunia kerja yang mencakup pengetahuan tentang informasi tipe lapangan kerja.
Dalam memfasilitasi perkembangan karier anak usia sekolah dasar, orang tua dan guru hendaknya mengenalkan bidang-bidang karier yang ada, terutama yang dekat dengan lingkungan anak. Jika stimulasi perkembangan karier dilakukan seperti ini, maka yang perlu ditekankan adalah agar anak berpikir dan terdorong agar ingin menjadi orang yang berkarier.
Guna menumbuhkan perasaan dan keyakinan mampu berkarya atau berprestasi, sekolah perlu memberi peluang kepada peserta didik untuk meraih sukses dalam pengalaman belajarnya, seperti memberikan alternatif pilihan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menunjukkan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya (Depdikbud, 1999:192).




           

resume pedagogik


BAB 5
PENDIDIK DAN ANAK DIDIK
A.    Pendidik
1.   Pengertian pendidik
            Pendidik adalah orang yang membimbing anak kearah kedewasaan baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Pandidikan berlangsung dalam pergaulan, seperti yang dikemukakan Langeveld (1980): Tiap_tiap pergaulan antara orang dewasa dengan anak merupakan lapangan atau suatu tempat di mana perbuatan mendidik berlangsung.   
Orang dewasa adalah manusia yang sudah mandiri, tidak tergantung pada orang lain tentang harga diri dan martabatnya,  dan kesanggupannya. Untuk membedakan gejala keanakan dan kedewasaan, Ngalim Purwanto (2004) membandingkannya sebagai berikut:
No
Keanakan
Kedewasaan
1
Mencari bentuk
Menampakan diri sebagai bentuk
2
Tidak mempunyai ketetapan
Beranggapan memiliki ketetapan
3
Tidak ada kemerdekaan
Merdeka
4
Mudah berubah
Tetap, stabil
5
Lemah
Kuat
6
Memerlukan bantuan
Membantu
7
Sangat mudah terpengaruh
Tidak tergantung pada orang lain

2.   Jenis-jenis pendidik
1)                  Pendidik pertama, ialah pendidik yang disebabkan kewajaran tanggung jawab untuk membimbing anak. Orang tua yaitu ayah dan ibu anak yang secara wajar dan alamiah mereka menjadi pendidik karena kenyataan bahwa anak lahir dalam keadaan tidak berdaya. Peran orang tua ini tidak hanya mendidik, namun ia juga menbantu perkembangan anak dalam segi kemanusiaannya.
2)                  Pendidik kedua, suatu profesi yang karena jabatannya ia harus mendidik anak. Guru tidak bisa disebut secara wajar dan alamiah menjadi pendidik, karena guru mendapat tugas dari orang tua sebagai pengganti mereka saat anak berada di sekolah. Dalam UU No.14 tahun 2005 tenteng guru dan dosen, guru adalah pendidik peofesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,  dan pendidikan menengah.  Akan tetapi ada beberapa hal yang harus dimiliki seorang guru, yaitu:
a)      Guru harus sudah memiliki kedewasaan.
b)      Guru harus mampu memberikan keteladanan.
c)      Guru harus mampu menghayati kehidupan anak, serta bersedia membantunya.
d)     Guru harus mengikuti keadaan kejiwaan dan perkenbangan anak didik.
e)      Guru harus mengenal masing-masing anak sebagai pribadi.
f)       Guru harus menjadi seorang pribadi.
3.   Ciri-ciri pendidik
1)   Memiliki kewibawaan.
            Ciri utama seorang pendidik adalah kewibawaan yang terpancar dari dirinya terhadap anak didiknya. Kewibawaan merupakan suatu pancaran bain yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh tersebut.
        Pendidik harus mempertahankan kewibawaan yang dimilikinya, sehingga sehingga harus dipelihara dan dibinanya. Langeveld mengemukakan tiga sendi kewibawaan untuk memeliharanya yaitu:
a)      Kepercayaan, pendidik harus percaya bahwa dirinya mampu mendidik dan juga harus percaya bahwa anak didik dapat di didik.
b)      Kasih sayang, penyerahan diri kepada orang yang dikasihsayangi dan pengendalian terhadap yang disayanginya.
c)      Kemampuan mendidik, bisa dikembangkan dengan beberapa cara selain itu juga harus menguasai materi.
2)   Mengenal anak didik
        Mengenal anak didik yaitu mengenal sifat anak secara umum, karena sifata anak itu berbeda-beda satu sama lain. Untuk itu seorang pendidik harus menngenal anak didiknya  secara khusus agar pendidikannya dapat sesuai dengan setiap anak secara perorangan.
3)   Membantu anak didik
        Pendidik harus mau membantu anak didiknya dan bantuan tersebut haruslah sesuai dengan yang diharapkan anak didiknya. Tetapi pendidik juga tidak boleh memaksakan kehendak sendiri, ini karena pendidik sejatinya harus mendorong keinginan anak untuk berdiri sendiri.
4.   Syarat-syarat pendidik
        Bagi seorang pendidik yang bergaul dengan makhuk yang beraneka ragam karakternyadan harus berubah kearah yang lebih baik, maka terdapat syarat-syarat yaitu:
1)      Mengetahui tujuan pendidikan.
2)      Mengenal anak didiknya.
3)      Mengetahui prinsip dan penggunaan alat pendidikan.
4)      Mempunyai sikap bersedia membantu anak didik.
5)      Beridentifikasi dengan anak didiknya.
A. Anak Didik
1.   Pengertian anak didik
        Anak didik merupakan seseorang yang sedang berkembang memiliki potensi tertentu dan dengan bantuan pendidik ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal. Tirtahadja mengemukakan empat karakteristik anak didik, yaitu:
1)      Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan makhluk yang unik.
2)      Individu yang sedang berkembang.
3)      Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4)      Individu yang memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri.
2.   Ciri-ciri Anak didik
        Terdapat tiga ciri-ciri anak didik menurut Edi Suardi, yaitu:
1)         Kelemahan dan ketidakberdayaan
      Anak ketika dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Baik kelemahan jasmaniah maupun rohaniah. Kelemahan dan ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karna berkat bantuan dan bimbingan pendidik.
2)         Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang
        Kelemahan dan ketidakberdayaan anak menjadi motor vitalitas pada anak sehingga ia ingin berkembang. Keinginan berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada anak manusia lahir itu, salah satu karunia yang besar untuk mereka ketingkat yang lebih tinggi. Inilah yang menjadi alasannya kenapa anak ingin berkembang dan mendapatkan hal-hal yang baru.
3)         Anak didik yang ingin menjadi diri sendiri
        Hal ini sangat penting, karena untuk bergaul dengan masyarakat seseorang haruslah menjadi diri sendiri atau pribadi. Pendidikan yang tidak memperhatikan anak ingin menjadi diri sendiri adalah pendidikan yang bersifat otoriter bahkan memaksa, berarti mematikan pribadi anak yang sedang tumbuh.
3.      Perkembangan anak didik
1)      Bayi (0-2 tahun)
        Masa bayi dalam keadaan yang tidak berdaya disatu pihak, akan tetapi dipihak lain menunjukan keinginan untuk berkembang. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang disekitarnya. Pada tahap ini tindakan pendidikan berupa pembiasaan yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan serta pemeliharaan fisik.
2)      Kanak-kanak (3-7 tahun)
            Masa kanank-kanak dibagi menjadi dua fase, yaitu:
            Pertama usia 3-4 tahun, merupakan masa otonomi, rasa malu dan ragu. Pada tahap ini anak dapat berdiri sendiri secara fisik. Tanpa dibantu orang lain. Namun disisi lain anak mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali meminta pertolongan dari orang tuanya.
            Kedua usia 4-7 tahun, merupakan masa eksplorasi. Masa  ini penuh dengan kegairahan untuk melihat dan mengetahui sebanyak-banyaknya. Ditandai dengan hasrat ingin tahu  yang luar biasa kuatnya, sehingga anak selalu aktif dan tidak mau diam. Pada masa ini anak sudah berkomunikasi dalam bentuk pergaulan bermain.
3)      Anak-anak (7-12 tahun)
        Masa anak-anak menginjak ke masa yamg lebih luas, dunia mereka lebih rasional dari pada masa kanak-kanak. Masa ini adalah masa perkembangan dunia kecerdasan. Pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada dilingkungannya, dorongan untuk mengetahui dan berbuat sangatlah besar. Hanya saja pada masa ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya anak akan mengalami hambatan yang akan menimbulkan rasa rendah diri.
4)      Puber (12-14 tahun)
        Masa puber merupakan masa transisi dan tumpang tindih, sebab masa ini dalam peralihan antara masa anak-anak dan remaja. Pada masa ini ada beberapa ciri yang bersangkutan dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis maupun psikologis.
        Dalam pertumbuhan dan perkembangan biologis anak laki-laki maupun perempuan mengalami perubahan yang sifatnya fisik. Sedangkan secara psikologis diantara anak laki-laki dan perempuan mulai memiliki rasa ketertarikan kepada lawan jenis. Masa remaja merupakan persiapan kearah kedewasaan yang didukung dengan kemampuan dan kecakapan yang dimilikinya. Anak berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas dirinya.
4.      Anak didik sebagai individu
            Individu adalah manusia perseorangan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dibagi dan bersifat unik serta bebas mengambil keputusan. Dalam bergaul masing-masing individu tetap menjadi diri sendiri dan bebas menentukan dirinya sendiri, tetapi tidak boleh merugikan orang lain. Keinginan menjadi diri sendiri itu pasti ada pada setiap manusia. Maka setiap anak yangberada dalam ikatan pendidikan dengan pendidiknya, adalah mereka yang pada dasarnya ingin menjadi diri sendiri.
B.  Interaksi Pedagosis antara Pendidik dengan Anak Didik
        Interaksi pedagogis merupakan suatu pergaulan antara anak dengan orang dewasa untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu menjadi manusia mandiri dan dewasa. Interaksi pedagogis pada umumnya adalah komunikasi timbal balik antara anak didik dan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan.
1.   Pendidikan berarti berkomunikasi
            Pendidik dan anak didik akan berkomunikasi, dalam arti komunikasi dua arah. Berkomunikasi berarti berhubungan timbal balik, seolah bercakap-cakap antara dua pihak.  Dalam berkomunikasi anak harus diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat sendiri dan bukan  berkomunikasi sepihak.
            Dalam berkomunikasi antara pendidik dengan anak didik ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1)      Menyediakan situasi yang baik
      Pendidik berkewajiban menyediakan situasi yang paling baik agar anak didik dapat mencari sendiri yang ia perlukan.
2)      Mengikuti irama
      Pendidik membantu anak agar dapat mengembangkan bekal kemungkinan dengan membantunya memberikan suasana untuk yang paling baik mengikuti irama atau tempo masing-masing perkembangan anak.
2.   Syarat interaksi pedagogis
            Interaksi pedagogis akan berlangsung apabila terdapat beberapa hal, yaitu:
1)      Rasa tenang pada diri anak didik.
2)      Hadirnya kewibawaan.
3)      Kesediaan pendidik untuk membantu anak didik.
4)      Perhatikan minat anak.
3.   Interaksi pedagogis dalam proses belajar di sekolah
1)      Interksi atas dasar tugas dan peranan masing-masing.
2)      Ada tujuan.
3)      Kemauan guru untuk membantu.
4)      Ada prosedur yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan.
5)      Ditandai dengan satu garapan materi.
6)      Interaksi belajar mengajar ditandai dengan aktifitas murid.
7)      Guru mengmbil peran membimbing.
8)      Diantara interaksi belajar mengajar ada suatu disiplin.
9)      Ada batas waktu.
10)  Interaksi belajar mengajar individual.
11)  Interaksi belajar mengajar berkelompok.
12)  Interaksi belajar mengajar dengan tim guru.
4.   Aspek-aspek pendidikan
            Terdapat aspek-aspek pendidikan yang harus ada dalam proses interaksi belajar mengajardi sekolah, yaitu:
1)      Pendidikan budi pekerti.
2)      Pendidikan kecerdasan.
3)      Pendidikan sosial.
4)      Pendidikan kewarganegaraan.
5)      Pendidikan keindahan.
6)      Pendidikan jasmani.
7)      Pendidikan agama.
8)      Pendidikan kesejahteraan keluarga.













BAB 6
KONSEP, KARAKTERISTIK DAN JENIS ALAT PENDIDIKAN
A.      Konsep dan Pengertian Alat Pendidikan
Alat pendidikan berhubungan dengan alat yang berupa material seperti sarana dan prasarana. Dalam kegiatan pendidikan yang dikatakan alat pendidikan tidak hanya terbatas pada bentuk material tetapi juga non material seperti perbuatan atau tindakan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan proses transformasi. Proses tranformasi dipandang sebagai bagian dari proses pendidikan, yaitu suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk memperngaruhi terdidik agar sampai pada suatu tujuan pendidikan yang diharapkan.
1.        Pengertian Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses pendidikan, baik berbentuk material maupun non material. Alat pendidikan yang berbentuk material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan proses pendidikan. Biasanya berbentuk benda seperti sarana dan prasarana. Alat pendidikan yang berbentuk non material adalah suatu tindakan atau perbuatan situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
a.        Alat Pendidikan Non Material
Alat pendidikan non material berbentuk perbuatan yang digunakan pendidik kepentingan proses pendidikan. Artinya, seorang pendidik perlu memahami kondisi dan masalah yang dihadapi terdidik di kelas. Lois V. Jhonson dan Mary A. Bany menyatakan bahwa terdapat tujuh masalah yang perlu dipahami pendidik di kelas yaitu sebagai berikut.
1)        Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkah laku sosio-ekonomi.
2)        Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
3)        Penyimpangan dan norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya.
4)        Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
5)        Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dan tugas tengah digarap.
6)        Semangat kerja rendah.
7)        Kelas kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Ada beberapa masalah yang harus dianalisis dan seorang pendidik bisa memilih alat pendidikan berbentuk perbuatan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sebagai berikut.
1)        Untuk mengatasi kelas yang kurang kohesif. Karena alasan jenis kelamin, suku, tingkah laku sosio-ekonomi. Alat pendidikan perbuatab pembiasaan terhadap terdidik yang tidak dapat bersosialisasi di kelas dapat dipilih sebagai alternatif dalam mengatasi masalah.
2)        Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
3)        Penyimpangan dan norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya. Penyelesaiannya dapat dilakukan dengan alat pendidikan berupa perbuatan larangan.
4)        Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok. Dapat dilakukan dengan perbuatan melarang dan menjelaskan tentang bagaimana menempatkan perbuatan memuji yang benar, karena pujian bukan digunakan untuk perilaku yang negatif.
5)        Alat pendidikan dapat dilakukan adalah melalui perbuatan mengajak dan memberi contoh dengan tujuan kelompok terdidik dapat lebih fokus dan konsentrasi pada pelajaran yang sedang dipelajari.
6)        Alat pendidikan yang dapat dilakukan adala perbuatan menganjurkan dan memberi contoh agar semangat kerja terdidik berubah lebih baik.
7)        Salah satu contoh sederhana bagaimana penerapan konsep alat pendidikan melalui perbuatan. Boleh jadi sintesis dari beberapa bentuk alat pendidikan digunakan untuk menyelesaikan satu masalah atau bahkan sebaliknya satu bentuk alat pendidikan digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah.

2.        Alat Pendidikan Material
Alat pendidikan material atau benda terdiri dari sarana dan prasarana. Sarana pendidikan terdiri dari alat berat hardware dan alat ringan software. Prasarana sebagai alat pendidikan berkaitan dengan lingkungan fisik tempat belajar meskipun tidak berpengaruh langsung tetapi mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi sebagai berikut.
a.         Ruangan
Ruangan atau kelas tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara siswa yang satu dengan yang lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar.
b.        Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk, yang terpenting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingksh laku siswa.
c.         Suhu, ventilasi, dan penerangan
Lingkungan fisik ini adalah aset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman. Oleh karena itu, ventilasi harus cukup menjamin kesehatan siswa.
d.        Pengaturan penyimpanan barang
Melakukan perbaikan seawal mungkin dengan tidak mengundur-undur waktu lebih lama lagi dengan akibat kerusakan makin hebat.
B.       Karakteristik Alat Pendidikan
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang sesuai dengan harapan, peran alat pendidikan perlu dikembangkan secara optimal. Artinya, dalam penerapan dan penggunaan alat pendidikan perlu disesuaikan dengan memperhatikan berbagai kondisi yang berhubungan dengan usia dan psikis terdidik.
1.    Pengertian karakteristik alat pendidikan
Karakteristik alat pendidikan dapat diartikan sebagai persyaratan atau berbagai kondisi ideal alat pendidikan. Alat pendidikan berbentuk non material menunjuk pada bagaimana sebaiknya menerapkan perbuatan terhadap terdidik.
a.    Karakteristik alat pendidikan non material
1)   Perbuatan pendidik hendaknya dilakukan awal-awal bagaimana cara melakukan sesuatu karena manusia mempunyai sifat konservatif yang cenderung untuk mempertahankan atau tidak merubah kebiasaan.
2)   Perbuatan hendaknya membiasakan terdidik akan hal-hal yang harus dikerjakan agar menjadi biasa untuk melakukan sesuatu secara otomatis.
3)   Perbuatan pendidik hendaknya dilakukan dengan hati-hati. Sebab, terdidik yang sering menerima larangan akan merasa segala tingkah lakunya salah sehingga akan menimbulkan frustasi dan bahkan apabila larangan dalam bentuk teguran yang terlalu keras.
4)   Perbuatan hendaknya digunakan dengan diikuti oleh bimbingan apa yang sebaiknya harus dilakukan terdidik.
5)   Perbuatan hendaknya dilakukan dengan memberikan beberapa gambaran yang sesuai sebelum mengajak terdidik untuk melakukannya.
6)   Perbuatan hendaknya pendidik tidak harus memaksakan diri sedemikian rupa sehingga pendidik tidak lagi hidup wajar sebagai pribadi atau sebagai diri sendiri.
7)   Perbuatan pendidik hendaknya tidak berlebihan. Seringkali terlihat pendidik terlalu banyak memberikan pujian pada terdidik.
8)   Perbuatan pendidik hendaknya bijaksana menanggapi kalau ada sesuatu kesalahan dari terdidik.
b.   Karakteristik alat pendidikan material
1)   Alat pendidikan hendaknya terbuat dari bahan kuat agar tahan lama.
2)   Pembuatan alat pendidikan mudah dan dapat dikerjakan secara masal.
3)   Biaya alat pendidikan relatif murah.
4)   Alat pendidikan hendaknya enak dan nyaman.
5)   Alat pendidikan relatif ringan.

C.      Jenis dan Kegunaan Alat Pendidikan
1.    Pengertian jenis alat pendidikan
Alat pendidikan terdiri dari 2 jenis, yakni bersifat non material atau perbuatan/tindakan dan yang bersifat material atau kebendaan.
a.    Jenis alat pendidikan non material
Alat pendidikan non material adalah bentuk perbuatan atau tindakan untuk melakukan proses transformasi sebagai berikut.
1)      Pembiasaan
2)      Suruhan
3)      Larangan
4)      Menganjurkan
5)      Mengajak
6)      Memberi contoh
7)      Memuji
8)      Menghukum
b.    Jenis alat pendidikan material
Alat pendidikan material mencakup berbagai proses pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah seperti di masyarakat dan keluarga.
1)   Lahan atau tanah
2)   Bangunan atau gedung
3)   Perabot dan perlengkapan
2.    Penggunaan alat pendidikan
Penggunaan alat pendidikan dipengaruhi oleh kecakapan pendidik yang harus menyesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Didalam memilih alat pendidikan yang akan digunakan perlu diingat atau diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut.
a.    Tujuan apakah yang ingin dicapai dengan alat itu?
b.    Siapakah yang akan menggunakan alat itu?
c.    Alat-alat manakah yang tersedia dan dapat digunakan?
d.   Terhadap siapakah alat itu digunakan?
Dengan penggunaan alat itu diharapkan anak didik akan mengalami perubahan yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau perubahan yang tidak hanya bersifat mekanistis, tetapi benar-benar merupakan pencerminan dan pribadi anak didik. Dalam masalah siapakah yang menggunakan alat itu, maka perlu diingat bagaimanakah kondisi anak yang menerimanya. Apakah anak didik itu berkelainan dsb.
Tujuan pendidikan adalah membimbing anak untuk mencapai kedewasaan, kedewasaan ini dapat dicapai dalam pergaulan antara terdidik dengan pendidik, dan pergaulan ini merupakan alat pendidikan yang utama. Jadi dapat ditegaskan, bahwa alat yang utaa untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pergaulan.
Meskipun tujuan pendidikan itu adalah sesuatu yang baik, namun apa bentuk atau jenis dan pada tujuan itu adalah bermacam-macam. Pendidik sebagai pemakai alat pendidikan juga berbeda-beda keahlian dan orientasinya meskipun dalam bidang studi yang sama. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan tentang anak didik adalah dari segi-segi sebagai berikut.
a.    Jenis kelamin
b.    Usia
c.    Bakat
d.   Perkembangan
e.    Alam sekitar








BAB 7
KASIH SAYANG, KEWIBAWAAN, DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN
A.    Konsep dan Peranan Kasih Sayang dalam Keluarga
1.      Pengertian kasih sayang         
Kasih sayang merupakan pola hubungan yang unik antara dua manusia atau lebih. Pola hubungan ini ditandai oleh adanya perasaan sayang, saling mengasihi, saling mencintai, saling memperhatikan, dan saling memberi.
   Anak-anak yang tumbuh dalam limpahan kasih sayang akan memiliki hati yang hangat. Mereka akan memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaa. Anak-anak yang kurang atau tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya akan tumbuh menjadi anak yang merasa dikucilkan.
Beberapa akibat negatif kasih sayang berlebihan adalah:
a.       Akan tumbuh menjadi anak yang selalu ingin diperlakukan istimewa. Sifat-sifat otoriter akan tumbuh pada diri anak ketika orang tua selalu memenuhi segala keinginannya. Mansia seperti ini akan mudah patah ketika tidak ada yang memperhatikan keinginannya dan tidak memperoleh simpati dari orang lain.
b.      Anak-anak yang selalu dimanja akan mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya. Ia akan meminta dilayani istrinya secara sempurna, dan suka memperlakukan istrinya seperti pembantu yang harus tunduk terhadap perintahnya. Anak-anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya terpenuhi, jika sudah besar akan menjadi manusia yang sombong dan suka memaksakan kehendak.

2.      Peranan kasih sayang dalam pendidikan
a.       Pendidik sebagai pembimbing
Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perilaku menyimpang dilatarbelakangi oleh kondisi dimana ia tumbuh dalam keluarga yang tidak memberikan kepuasan kasih sayang. Hal ini menjadi tantangan bagi pendidik untuk bias membantu peran orang tua, bahkan menggantikan peran orang tua jika mereka sibuk, untuk membimbing anak-anaknya.
b.      Pendidik sebagai pembentuk kepribadian
Tindakan-tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh anak bias disebabkan karena kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh orang-orang disekitarnya. Pendidik yang baik akan berusaha membentuk kepribadian anak didiknya agar lebih naik.
c.       Pendidik sebagai tempat perlindungan
Tindakan seorang anak didik kabur dari rumah orang tuanya adalah contoh akibat dari kurangnya kasih sayang dari orang tuanya. Dalam hal ini anak akan mencari perlindungan kepada siapa saja yang dianggap dekat.
d.      Pendidik sebagai figure tauladan
Seorang pendidik yang berperilaku ramah, hangat, selalu tersenyum, selalu merespon pertanyaan atau pembicaraan anak didik, akan menumbuhkan psikologis yang bagus bagi anak didik. Anak tidak takut berbicara, dapat mencurahkan isi hatinya dan senang melibatkan dirinya dalam kegiatan di sekolah.
e.       Pendidik sebagai sumber pengetahuan
Dalam proses pendidikan, dimana terjadi proses transformasi dilakukan dengan hati-hati. Pengetahuan dapat merubah sikap dan perilaku anak, berubah positif jika pengetahuan itu sesuai dengan masanya, apabila tidak disesuaikan akan membentuk perilaku negatif.
1)      Beberapa hal yang mungkin terjadi apabila pendidik tidak hati-hati dalam mentransfer pengetahuan:tidak dapat mengajar dengan baik.
2)      Anak-anak akan mencari sumber belajar lain tanpa bimbingan, yang akan menghasilkan perilaku yang tidak diharapkan.
3)      Kurangnya bimbingan akan menimbulkan perilaku yang tidak bertanggung jawab.

B.     Konsep dan Peranan Kewibawaan dalam Pendidikan
1.      Pengertian tentang kewibawaan
      Kewibawaan adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi tunduk kepadanya.
1.      Macam-macam kewibawaan
a.       Kewibawaan lahir
Kewibawaan lahir adalah kewibawaan yang timbul karena kesan-kesan lahiriah seseorang, seperti bentuk tubuh yang besar, pakaian rapid an suara yang keras.
b.      Kewibawaan batin
Kewibawaan yang didukung karena keadaan batin seseorang, seperti:
1)      Adanya rasa cinta
2)      Adanya rasa demi kamu
3)      Adanya kelebihan batin
4)      Adanya ketaatannya kepada norma.
                                                               
2.      Mempertahankan kewibawaan dalam pendidikan
a.       Kewibawaannya yang dimiliki pendidik berakhir
      Pendidik harus mempunyai alasan mengapa anak harus berbuat begini dan begitu, maupun ketika pendidik melarang anak didik melakukan sesuatu.
b.      Bersikap you attitude
      Pendidik menyuruh atau melarang anak melakukan sesuatu itu semata-mata hanya untuk kamu (peserta didik).
c.       Bersikap sabar
      Pendidik harus sabar menunggu peserta didik melakukan hal yang pendidik inginkan.
d.      Bersikap memberi kebebasan
      Semakin bertambah umur anak didik, pendidik hendaknya member kebebasan kepada anak didiknya.

3.      Kewibawaan dan anak didik
      Kewibawaan itu menentukan bentuk perlakuan yang hedaknya diikuti serta menolak yang tidak dikehendaki.
      Jika anak sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik, maka pendidikan yang sesungguhnya dapat dimulai, anak mulai dapat dikenalkan dengan norma yang sesungguhnya.
      Sehubungan dengan penerima norma itu, akan dipaparkan bagaimana proses penerimaan norma pada anak. Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
a.       Anak menghadapi pendidik sebagai pendukung norma tertentu. Anak akan melakukan norma yang dilakukan oleh pendidiknya, dan akan akan menganggap hal itu tidak baik karena dilarang oleh pendidiknya.
b.      Anak kemudian mengerti bahwa tingkah laku pendidiknya itu adalah diatur oleh sesuatu yang disebut norma.
c.       Setelah anak dapat melihat norma terlepas dari si pendukung norma, maka tindakan pendidik sebagai pendukung norma, selalu dibandingkan dengan norma yang diketahui anak, atau dengan norma yang dikatakan oleh pendidiknya itu.
d.      Bila ternyata pendidik mempunyai tingkah laku yang cocok dengan norma yang dikemukakan, maka anak akan menerima dengan suka rela.

C.    Konsep Kewajiban dan Tanggung Jawab dalam Pendidikan
1.      Pengertian tanggung jawab
      Bertanggung jawab berarti dapat menerangkan perbuatan kita dan kepentingan kitadengan orang lain. Kita selalu dapat menunjukkan bahwa perbuatan kita itu tidak merugikan orang lain, bahkan tindakan atau perbuatan kita itu untuk menjaga kehidupan social itu sendiri.
1.      Contoh tindakan yang berkaitan dengan bertanggung jawab
      Salah satu contoh perbuatan yang tidak bertanggung jawab adalah pengemudi kendaraan bermotor yang memarkir kendaraan semaunya sendiri dan tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Perbuata tersebut tidak bertanggung jawab karena dapat menimbulkan bahay bagi pengguna jalan lainnya.
      Bertanggung jawab berhubungan dengan pertimbangan. Seseorang dapat menimbang ketika ia dapat berfikir. Oleh karena itu bertanggung jawab tumbuh bersamaan dengan kemampuan berfikir. Dan umumnya anak-anak belum bisa bertanggung jawab dengan sempurna.
2.      Pendidika dan tanggung jawab
Rumusan tujuan pendidikan terdiri atas dua bagian, yaitu:
a.       Tujuan individual: membentuk manusia susila yang cakap.
b.      Tujuan kemasyarakatan: membentuk warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Proses kehidupan manusia terjadi melalui beberapa tingkatan, yaitu:
1.      Tingkat bayi, sebagian besar waktu digunakan untuk makan, minum dan tidur.
2.      Tingkat kanak-kanak aktivitasnya bermain.
3.      Tingkat anak aktivitasnya dengan sosialisasi di luar keluarga.
4.      Tingkat pemuda pertumbuhan dan perkembangan menuju kearah kesempurnaan.
5.      Tingkat dewasa segala aktivitasnya sudah harus dapat dipertanggungjawabkan.

3.      Tanggung jawab manusia dalam ajaran agama
1)      Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan
      Menurut akal dan agama, manusia wajib mengenal dan mengetahui pencipta alam, yang merupakan pemilik dan pemberi kenikmatan kepada makhluk. Manusia wajib tunduk dan patuh kepada perintah-perintahNya. Dan Allah berfirman dalam Al-Qur’an, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku.
2)      Tanggung jawab manusia terhadap dirinya
      Manusia memikul tanggung jawab pengembangan dan penyempurnaan dirinya, dan itu hanya bisa dilakukan dengan cara usaha dan kesungguhan. Masing-masing anggota tubuh mempunyai hak yang harus dipenuhi.
3)      Tanggung jawab manusia terhadap  masyarakat
      Manusia adalah makhluk social yang harus bekerja sama dengan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Manusia harus bisa memberikan manfaat bagi orang lain dan sekaligus mengambil manfaat dari orang lain
4)      Tanggung jawab manusia terhadap keluarga
Allah SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an, wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka.dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. Attahrim: 6).
5)      Tanggung jawab terhadap sanak-kerabat
      Rasulullah SAW bersabda , aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak hadir, hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturrahmi dengan sanak-kerabat mereka, karena silaturrahmi adalah bagian dari agama.
6)      Tanggung jawab terhadap ayah dan ibu
      Allah SWT berfirman, maka sekali-kali janganlah mengatakan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka,dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al Isra: 24).
7)      Tanggung jawab terhadap anak
      Kebaikan dan keburukan anak di dunia akan dikaitkan dengan orang tuanya. Orang tua berkewajiban mengenalkan Allah kepada anak-anaknya, mentaati perintah-Nya, dan mengajarkan akhlak yang baik kepada mereka.
8)      Tanggung jawab manusia terhadap alam
      Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia. Itu semua merupakan beban tanggung jawab manusia untuk selalu menghargai dan memanfaatkn alam dengan sebaik-baiknya.